Latest Games :

CARA ALLOH MENGABULKAN DO'A

Kamis, 28 November 2013 | 0 komentar

CARA ALLAH MENGABULKAN DO'A
بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

Pernakah terbersit di benak anda sebuah tanya:

“kenapa Allah belum mengabulkan doa saya?“

Kalau saya sih pernah… sering malah

Sebenarnya doa seorang mukmin yang selalu menjalankan perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya tidak akan pernah sia-sia. Pada hakekatnya semua doa yang kita panjatkan pasti akan di kabulkan oleh-Nya. Namun ternyata hanya sedikit dari kita yang menyadari Indahnya cara Allah mengabulkan doa kita. Mengapa saya katakan indah, karena sesungguhnya ketika doa yang anda panjatkan belum terkabul ternyata tanpa kita sadari Allah telah mengabulkan doa yang kita panjatkan dengan memberi sesuatu yang jauh lebih baik dari apa yang kita harapkan dalam do’a kita.

Dalam sebuah hadist riwayat imam Ahmad dari Abu Said al-Khudri Rasulullah shalallahu 'alaihi wassalam bersabda:

« ما مِنْ مُسْلِمٍ يَدْعُو بِدَعْوَةٍ لَيْسَ فِيهَا إِثْمٌ وَلاَ قَطِيعَةُ رَحِمٍ إِلاَّ أَعْطَاهُ اللَّهُ بِهَا إِحْدَى ثَلاَثٍ إِمَّا أَنْ تُعَجَّلَ لَهُ دَعْوَتُهُ وَإِمَّا أَنْ يَدَّخِرَهَا لَهُ فِى الآخِرَةِ وَإِمَّا أَنُْ يَصْرِفَ عَنْهُ مِنَ السُّوءِ مِثْلَهَا ». قَالُوا إِذاً نُكْثِرُ. قَالَ « اللَّهُ أَكْثَرُ »

“Tidaklah seorang muslim memanjatkan do’a pada Allah selama tidak mengandung dosa dan memutuskan silaturahmi (antar kerabat, pen) melainkan Allah akan beri padanya tiga hal:
[1] Allah akan segera mengabulkan do’anya,
[2] Allah akan menyimpannya baginya di akhirat kelak, dan
[3] Allah akan menghindarkan darinya kejelekan yang semisal.” 
Para sahabat lantas mengatakan, “Kalau begitu kami akan memperbanyak berdo’a.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas berkata, “Allah nanti yang memperbanyak mengabulkan do'a-do'a kalian.” (HR. Ahmad 3/18. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanadnya jayyid).

Hadits ini menyimpulkan, bahwa suatu do'a akan diterima oleh Allah dengan 3 cara, yaitu:

1. Allah berkata "ya' dan Dia mengabulkan apa yang kita inginkan (Diperkenankan Langsung)

Apabila seseorang berdo'a, dan apa yang dimintanya itu memang ada manfaatnya, maka sudah jelas Allah Swt akan mengabulkannya.
Allah Subhanahuwata'ala berfirman:

وَقَالَ رَبُّكُمُ ٱدْعُونِىٓ أَسْتَجِبْ لَكُمْ ۚ إِنَّ ٱلَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِى سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ

Dan Tuhanmu berfirman: "Berdo`alah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina". (QS. Al-Mu'min:60)

وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِى عَنِّى فَإِنِّى قَرِيبٌ ۖ أُجِيبُ دَعْوَةَ ٱلدَّاعِ إِذَا دَعَانِ ۖ فَلْيَسْتَجِيبُوا۟ لِى وَلْيُؤْمِنُوا۟ بِى لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ

Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo`a apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.
(QS.Al- Baqarah :186)

2. Allah berkata "tunggu" dan Dia akan memberikan yang terbaik untuk kita asalkan kita mau bersabar dan tawakal (Ditunda)

Adakalanya Allah Subhanahuwata'ala tidak segera mengabulkan do'a kita. Artinya bahwa Allah Subhanahuwata'ala menundanya dan mengabulkannya pada suatu waktu yang dikehendakiNya. Tertundanya pengabulan do'a ini janganlah kiranya menyebabkan keputus-asaan. Waktu kabulnya do'a ini dapat terjadi kapan saja karena kehendakNya.

a. Ditunda dan dikabulkan di Dunia
Allah Swt menjamin mengabulkan do'a kita, tetapi Allah maha mengetahui apa yang lebih bermanfaat dan kita perlukan saat ini. Allah senantiasa akan mengabulkan do'a kita pada waktu yang pas (tepat) menurutNya. Karena Allah yang mengetahui; apakah permintaan kita saat ini mendatangkan manfaat atau mudarat bagi kita.

b. Ditunda dan diabulkan di Akhirat
Adakalanya Allah Subhanahuwata'ala menunda do'a kita dan disimpan untuk dikabulkan di Akhirat. Karena Allah lebih mengetahui bahwa hal itu lebih baik diberikan di akhirat daripada di dunia. Diriwayatkan bahwa di akhirat nanti ada seseorang yang terkejut menerima sejumlah karunia yang tidak dikira-kira banyaknya dan tidak sesuai sekali dengan amal ibadahnya dikala dia hidup di dunia. Diapun bertanya kepada Allah: "Wahai Tuhan, darimana ini semua?". Allah menjawab, "Bukankah Aku telah memerintahkan engkau agar meminta kepadaKu apa saja di dunia ?", dan orang itu berkata, "Betul ya Tuhanku." Maka Allah menerangkannya "Apa yang engkau mohonkan di dunia itu adalah baru sedikit, Kuberikan kini sisanya. Kuserahkan di akhirat," akhirnya orang itu berkata, "Alangkah baiknya jika sekiranya Tuhan memberikan segala yang kuminta itu di akhirat saja, tidak usah di dunia."

3. Allah berkata "tidak" dan Dia akan memberikan kita sesuatu yang lebih baik dari do'a kita (Diganti Dengan Yang Lain)
Selain diperkenankan langsung dan ditunda, maka Allah juga bisa mengganti kabulnya do'a kita dengan yang lain. Penggantian tersebut agaknya ada 2 macam, yaitu:

a. Dipalingkan dari kesusahan/keburukan
Seperti yg dijelaskan dalam HR.Ahmad di atas:

.... Allah akan menghindarkan darinya kejelekan yang semisal.”

b. Dihapuskan dari dosa
“Tidak seorangpun yang berdoa, kecuali akan dikabulkan. Pengabulannya itu bisa segera didunia ini, dan bisa juga ditangguhkan di akhirat kelak, atau bisa juga digantikan dengan pengampunan dosa sesuai dengan kadar doanya itu, dengan syarat ia tidak berdoa untuk sebuah perbuatan dosa, atau memutus tali silaturahim, atau isti’jal (menuntut segera terkabul)”. Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apa yang dimaksud dengan isti’jal itu?” Beliau menjawab, “Seseorang yang berkata, “Aku telah berdoa kepada Robku, namun belum juga dikabulkan” (HR. Ath-Thirmidzi)

Sekali lagi kita coba merenungkan firman Allah yg satu ini:

وَعَسَىٰٓ أَن تَكْرَهُوا۟ شَيْـًۭٔا وَهُوَ خَيْرٌۭ لَّكُمْ ۖ وَعَسَىٰٓ أَن تُحِبُّوا۟ شَيْـًۭٔا وَهُوَ شَرٌّۭ لَّكُمْ ۗ وَٱللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

..... Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. (QS.Al-Baqarah:216)

Terkadang memang ada hal yg sangat gampang difahami tapi sangat sulit diterima.

Merelakan bukan berarti menyerah tapi lebih kepada menyadari dan menerima bahwa ada hal yang tidak bisa dipaksakan

Kebeningan adalah awal gegap gempitanya kebaikan...
Berkawan dengan nurani meski tersunyi... meski sendiri...

Allah memang tidak selalu menjawab doa kita menurut kehendak kita, tetapi jika kita tulus berdoa, Dia akan mengambil keinginan kita yang bertentangan dengan kehendakNya. Masalah terbesar dari doa adalah bagaimana membiarkannya mengalir dan mengizinkan Allah menjawab dengan cara-Nya

DO'AKU TERJAWAB SUDAH

Ketika kumohon pada ALLAH KEKUATAN.
ALLAH memberiku Kesulitan agar aku menjadi kuat.

Ketika kumohon pada ALLAH KEBIJAKSANAAN.
ALLAH memberiku Masalah untuk di pecahkan.

Ketika kumohon pada ALLAH KESEJAHTERAAN.
ALLAH memberiku Akal untuk berfikir.

Ketika kumohon pada ALLAH Keberanian.
ALLAH memberiku Kondisi bahaya untuk ku atasi.

Ketika kumohon pada ALLAH Sebuah CINTA.
ALLAH memberiku orang-orang bermasalah untuk ku tolong.

Ketika kumohon pada ALLAH Sebuah BANTUAN.
ALLAH memberiku Kesempatan. Aku tak pernah menerima apa yang ku pinta.
Tapi aku Menerima segala yang kubutuhkan.

Semoga bermanfaat

Wallahu'alam bishshowab....

Semoga artikel ini bermanfaat dan dapat diambil Hikmahnya …
Silahkan DICOPAS atau DI-SHARE jika menurut sobat note ini bermanfaat ….
Sekian dan salam berbagi...

Salam santun dan keep silaturahim ... 
http://irman85.blogspot.com/
sumber : https://www.facebook.com/permalink.php?id=227172510753229&story_fbid=315619725241840
Continue Reading

PUASA TASU'A & ASYURA 9-10 MUHARRAM

Selasa, 12 November 2013 | 0 komentar

PUASA TASU'A & ASYURA 9-10 MUHARRAM
 
Shaum sunah yang sudah biasa dikenal dan dilakukan oleh kaum muslimin pada setiap bulan Hijriyah adalah shaum Senin dan Kamis, shaum Daud, dan shaum sunah tiga hari pada pertengahan bulan (tanggal 13,14, dan 15) Hijriyah. Pada bulan tertentu terdapat shaum sunah tambahan. Misalnya pada bulan Dzulhijah, dianjurkan melakukan shaum sunah dari tanggal 1 sampai 9. Shaum tanggal 9 Dzulhijah disebut juga shaum Arafah, karena bertepatan dengan wukuf jama’ah haji di padang Arafah.

Di bulan Muharram ini juga terdapat anjuran shaum sunah khusus, yaitu shaum sunah Tasu’a dan ‘Asyura. Shaum sunah Tasu’a adalah shaum sunah yang dikerjakan pada tanggal 9 Muharram. Adapun shaum sunah ‘Asyura adalah shaum sunah yang dikerjakan pada tanggal 10 Muharram.
 
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدِمَ الْمَدِينَةَ فَوَجَدَ الْيَهُودَ صِيَامًا ، يَوْمَ عَاشُورَاءَ ، فَقَالَ لَهُمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” مَا هَذَا الْيَوْمُ الَّذِي تَصُومُونَهُ ؟ ” فَقَالُوا : هَذَا يَوْمٌ عَظِيمٌ ، أَنْجَى اللَّهُ فِيهِ مُوسَى وَقَوْمَهُ ، وَغَرَّقَ فِرْعَوْنَ وَقَوْمَهُ ، فَصَامَهُ مُوسَى شُكْرًا ، فَنَحْنُ نَصُومُهُ ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” فَنَحْنُ أَحَقُّ وَأَوْلَى بِمُوسَى مِنْكُمْ فَصَامَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ “
 
Dari Ibnu Abbas RA bahwasanya Rasulullah SAW saat datang di Madinah mendapati orang-orang Yahudi melakukan shaum pada hari ‘Asyura. Maka Rasulullah SAW bertanya kepada mereka, “Hari apa yang kalian melakukan shaum ini?” Mereka menjawab, “Ini adalah hari yang agung. Pada hari ini Allah menyelamatkan nabi Musa dan kaumnya, dan menenggelamkan Fir’aun dan kaumnya. Maka nabi Musa melakukan shaum sebagai wujud syukur kepada Allah. Oleh karena itu kami juga melakukan shaum.”
 
Rasulullah SAW bersabda, “Kami lebih wajib dan lebih layak mengikuti shaum Musa daripada kalian.” Rasulullah SAW melakukan shaum ‘Asyura dan memerintahkan para sahabat untuk melakukan shaum ‘Asyura juga.” (HR. Bukhari dan Muslim, dengan lafal Muslim)
 
Dalam riwayat Bukhari, Ahmad, dan Abu Ya’la menggunakan lafal:
 
هَذَا يَوْمٌ صَالِحٌ هَذَا يَوْمٌ نَجَّى اللَّهُ بَنِي إِسْرَائِيلَ مِنْ عَدُوِّهِمْ ، فَصَامَهُ مُوسَى
 
“Ini adalah hari yang baik. Pada hari ini Allah menyelamatkan Bani Israil dari musuh mereka. Maka nabi Musa melakukan shaum.”
 
Shaum ‘Asyura sudah dikenal dan dilakukan oleh kaum musyrikin Quraisy sejak zaman jahiliyah, sebagaimana dijelaskan oleh ummul mukminin Aisyah RA. Boleh jadi mereka melakukannya berdasar ajaran nenek moyang mereka yang mewarisinya dari ajaran nabi Ibrahim dan Ismail Alaihima Salam. Pada masa Islam, Rasulullah SAW dan para sahabat juga melakukan shaum ‘Asyura. Pada masa tersebut, shaum ‘Asyura hukumnya wajib. Hal itu berlangsung sampai turun surat Al-Baqarah (2) ayat 183-185 yang mewajibkan shaum Ramadhan. Sejak saat itu, shaum ‘Asyura ‘sekedar’ disunahkan, tidak lagi diwajibkan.
 
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا ، قَالَتْ : كَانَ يَوْمُ عَاشُورَاءَ تَصُومُهُ قُرَيْشٌ فِي الجَاهِلِيَّةِ ، وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُهُ ، فَلَمَّا قَدِمَ المَدِينَةَ صَامَهُ ، وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ ، فَلَمَّا فُرِضَ رَمَضَانُ تَرَكَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ ، فَمَنْ شَاءَ صَامَهُ ، وَمَنْ شَاءَ تَرَكَهُ
 
Dari Aisyah RA berkata: “Hari ‘Asyura adalah hari yang kaum Quraisy biasa melakukan shaum pada masa jahiliyah. Rasulullah SAW pada waktu itu (di Makah, pent) juga melakukan shaum Asyura. Ketika beliau datang di Madinah, beliau melakukan shaum ‘Asyura dan memerintahkan para sahabat untuk melakukannya. Ketika shaum Ramadhan diwajibkan, maka beliau tidak melakukan (tidak mewajibkan, pet) shaum ‘Asyura. Barangsiapa ingin maka ia mengerjakan shaum ‘Asyura dan barangsiapa ingin maka ia tidak mengerjakan shaum ‘Asyura.” (HR. Bukhari dan Muslim)
 
Meski hukum shaum ‘Asyura adalah sunah, namun Rasulullah SAW sangat tekun mengerjakannya. Sebagaimana dijelaskan dalam hadits:
 
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ : مَا رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَحَرَّى صِيَامَ يَوْمٍ فَضَّلَهُ عَلَى غَيْرِهِ إِلّا هَذَا الْيَوْمَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَهَذَا الشَّهْرَ يَعْنِي شَهْرَ رَمَضَانَ
 
Dari Ibnu Abbas RA berkata: “Aku tidak pernah melihat Nabi SAW begitu semangat mengerjakan shaum satu hari yang lebih beliau utamakan dari hari yang lain selain hari ini, yaitu hari Asyura dan bulan ini, yaitu bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari dan Muslim)
 
Para ulama menjelaskan bahwa makna ‘begitu semangat’ dalam hadits di atas adalah antusias untuk mengerjakannya demi mengharap pahala yang besar di sisi Allah SWT. Besarnya pahala shaum ‘Asyura disebutkan dalam hadits shahih sebagai berikut:
 
عَنْ أَبِي قَتَادَةَ ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : صِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ ، إِنِّي أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ
 
Dari Abu Qatadah RA bahwasanya Nabi SAW bersabda: “Shaum hari ‘Asyura, aku mengharapkan pahalanya di sisi Allah dapat menghapuskan dosa-dosa kecil setahun sebelumnya.” (HR. Muslim dan Ibnu Majah)
 
Selain shaum ‘Asyura pada tanggal 10 Muharram, Islam juga menganjurkan shaum sunah Tasu’a pada tanggal 9 Muharram. Berdasar hadits shahih dari Ibnu Abbas RA berkata:
 
حِينَ صَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ قَالُوا : يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّهُ يَوْمٌ تُعَظِّمُهُ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ صُمْنَا الْيَوْمَ التَّاسِعَ ” قَالَ : فَلَمْ يَأْتِ الْعَامُ الْمُقْبِلُ ، حَتَّى تُوُفِّيَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
 
“Ketika Rasulullah SAW melakukan shaum ‘Asyura dan memerintahkan para sahabat untuk mengerjakan shaum ‘Asyura, para sahabat berkata: “Wahai Rasulullah, hari ‘Asyura adalah hari yang diagungkan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani.” Maka Rasulullah SAW bersabda, “Jika tahun datang tiba, insya Allah, kita juga akan melakukan shaum pada tanggal Sembilan Muharram.” Tahun mendatang belum tiba, ternyata Rasulullah SAW keburu wafat. (HR. Muslim, ath-Thabari, dan al-Baihaqi).
 
Imam Malik, Syafi’i, Ahmad, dan mayoritas ulama menjadikan hadits di atas sebagai dalil kesunahan shaum tanggal sembilan dan sepuluh Muharram. Dengan demikian, shaum sunah pada bulan Muharram memiliki beberapa tingkatan:
  1. Tingkatan paling rendah adalah melaksanakan shaum pada hari ‘Asyura semata. Menurut pendapat yang lebih kuat sebagaimana disebutkan oleh imam Abu Ja’far ath-Thahawi al-Hanafi, Ibnu Hajar al-Haitami asy-Syafi’i, dan Manshur al-Bahuti al-Hambali, shaum ‘Asyura boleh dikerjakan satu hari saja tanpa disertai sehari sesudahnya atau sehari sebelumnya, meskipun ia jatuh pada hari Jum’at, Sabtu, atau Ahad.
  2. Tingkatan di atasnya adalah melaksanakan shaum pada hari Tasu’a dan ‘Asyura.
  3. Semakin banyak shaum sunah yang ia lakukan pada bulan Muharram, maka keutamaannya juga semakin besar. Namun sebaiknya tidak melakukan shaum sunah sebulan penuh, sesuai contoh dari Nabi SAW dan para sahabat.
Perlu diketahui bahwa beberapa ulama menyatakan kesunahan menggabungkan shaum ‘Asyura dengan shaum sehari sesudahnya (11 Muharram). Pendapat mereka tersebut didasarkan kepada hadits berikut ini:
 
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” صُومُوا يَوْمَ عَاشُورَاءَ ، وَخَالِفُوا فِيهِ الْيَهُودَ ، صُومُوا قَبْلَهُ يَوْمًا ، أَوْ بَعْدَهُ يَوْمًا “
 
Dari Ibnu Abbas RA berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Laksanakanlah shaum hari ‘Asyura! Namun selisihilah shaum Asyura orang-orang Yahudi! Laksanakanlah juga shaum sehari sebelumnya atau sehari sesudahnya.” (HR. Ahmad, al-Humaidi, al-Baihaqi, al-Bazzar, Ibnu ‘Adi, dan Ibnu Khuzaimah)
 
Sebagian ulama, di antaranya syaikh Ahmad Syakir, menyatakan hadits ini hasan. Namun pendapat mayoritas ulama yang lebih kuat menyatakan hadits ini sangat lemah, karena di dalamnya ada dua perawi yang lemah yaitu Muhammad bin Abdurrahman bin Abi Laila al-Anshari al-Kufi, dan Daud bin Ali bin Abdullah bin Abbas Al-Hasyimi.
 
Perawi Muhammad bin Abdurrahman bin Abi Laila al-Anshari al-Kufi adalah perawi yang sayyi-ul hifzhi jiddan, sangat buruk sekali kekuatan halafannya. Ia dilemahkan oleh imam Ahmad, Yahya bin Ma’in, dan lain-lain. (Tahdzib al-Kamal, 25/622 dan Mizan al-I’tidal, biografi no. 7825)
Tentang kedudukan perawi Daud bin Ali bin Abdullah bin Abbas Al-Hasyimi, imam adz-Dzahabi berkata: “Haditsnya tidak bisa dijadikan hujah.” (Al-Mughni fi adh-Dhu’afa’, 1/219)
 
Menurut penelitian yang benar, anjuran shaum tanggal 10 ditambah shaum sehari sebelumnya atau sehari sesudahnya adalah pendapat pribadi Ibnu Abbas (hadits mauquf), bukan sabda Nabi SAW. Imam Al-Baihqi, Abdurrazzaq, dan ath-Thahawi meriwayatkan dengan sanad yang shahih dari jalur Ibnu Juraij dari Atha’ dari Ibnu Abbas RA yang berkata: “Laksanakanlah shaum tanggal 9 dan 10 Muharram, selisihilah orang-orang Yahudi!” Imam Ibnu Rajab al-Hambali dalam Lathaif al-Ma’arif juga menshahihkan riwayat ini.
 
Sebagian ulama, di antaranya imam Asy-Syafi’I dalam Al-Umm, menyebutkan disunahkan shaum tiga hari berturut-turut yaitu pada tanggal 9, 10, dan 11 Muharram dengan dua alasan:
 
Pertama, sebagai bentuk kehati-hatian terkait perbedaan penentuan masuknya awal bulan. Imam Ahmad berkata: “Jika awal masuknya bulan tersamar baginya, maka hendaknya ia melakukan shaum tiga hari. Ia melakukan hal itu agar ia yakin mendapatkan shaum tanggal sembilan dan sepuluh.” (Al-Mughni, 4/441) Imam Ibnu Rajab al-Hambali dalam Lathaif al-Ma’arif menjelaskan bahwa di kalangan ulama tabi’in, yang melakukan hal itu adalah imam Ibnu Sirin dan Abu Ishaq.
 
Kedua, meniatkan diri untuk melaksanakan shaum sunah tiga hari dalam sebulan. Sesuai anjuran dalam hadits dari Abdullah bin Amru bin Ash RA berkata, “Rasulullah SAW bersabda:
 
صَوْمُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ مِنَ الشَّهْرِ ، صَوْمُ الشَّهْرِ كُلِّه
 
“(Pahala) Shaum sunah tiga hari setiap bulan adalah bagaikan (pahala) shaum satu tahun penuh.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Continue Reading
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. ISLAM IS MY CHOICE - All Rights Reserved
Template Modify by Creating Website
Proudly powered by Blogger